Halaman

Rabu, 14 Mei 2014

Ni tugas sekolahku, kalo kamu?

Bahasa Indonesia dan Bahasa Daerah : Sebuah Identitas Bangsa


Indonesia adalah negara yang kaya. Tidak hanya                dari sumber daya alam yang melimpah, tapi juga melalui sebuah kebiasaan masyarakat yang terbentuk menjadi sebuah budaya, yang tersebar di  17.000 pulau dari Sabang sampai Merauke. Tidak terkecuali bahasa yang begitu beragam. Saat ini, berdasarkan laporan hasil penelitian Kekerabatan dan Pemetaan Bahasa-Bahasa di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Bahasa tahun 2008, telah berhasil diidentifikasi 442 bahasa, dan hingga tahun 2011 telah terjadi penambahan sebanyak 70 bahasa yang membuat kesuluruhan mencapai 514 bahasa. Jumlah tersebut sendiri belum pasti, karena masih ada beberapa daerah yang belum diteliti. Pada situasi multilingual ini, kontak bahasa menghasilkan saling serap antara unsur bahasa yang satu ke bahasa yang lain. Sehingga berpengaruh pula pada bahasa nasional yang mempersatukan kita sampai pada saat ini, yakni bahasa Indonesia.
Eksistensi bahasa daerah ini tentu saja memberikan kontribusi besar dalam bahasa Indonesia sendiri, karena banyak sekali konsep yang berasal dari bahasa daerah yang diserap ke dalam bahasa Indonesia. Dengan kata lain, bahasa daerah yang luar biasa jumlahnya tersebut memperkaya bahasa Indonesia. Dalam konteks persatuan, bahasa daerah yang diserap ke dalam bahasa  Indonesia menjadi tolak ukur dan secara tak langsung menumbuhkan rasa memiliki bahasa.
Namun, akhir-akhir ini, kecintaan kita terhadap bahasa semakin memudar seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi dan globalisasi. Hal ini sudah menjadi satu paket utuh. Salah satu indikator yang mendukung hal ini adalah pengamatan seorang budayawan yang mendapatkan penghargaan dari the habibie centre tahun 2009, Ajip Rosidi, menyatakan bahwa setiap tahunnya bahasa daerah berkurang tanpa kita sadari. Efeknya dapat meluas tidak hanya bahasa daerah tertentu, tapi juga pada bahasa nasional yang satu, Bahasa Indonesia. Belum lagi berita Tempo Interaktif tanggal 4 september 2007 yang mengemukakan bahwa 10 bahasa daerah di indonesia telah punah. Lalu ditambah oleh pendapat pakar Universitas Sebelas Maret Solo, Prof. Dr. H. Edi Subroto, bahwa beratus-ratu bahasa daerah di indonesia rawan punah. Padahal, bahasa merupakan salah satu indentitas yang membuat kita utuh sebagai suatu bangsa, lalu mengapa rasa cinta ini perlahan memudar?

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Bahasa diartikan sebagai sistem lambang bunyi yang mempunyai makna. Terlepas dari hal tersebut, Wibowo mengemukakan bahwa bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi yang bersifat arbiter dan konvensional yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Abdul Chaer mengemukakan bahwa bahasa merupakan suatu sistem, bahasa adalah fenomena yang mengubungkan dunia makna dengan bunyi.  Sehingga dapat disimpulkan bahwa bahasa adalah salah satu alat komunikasi yang bermakna, langsung dan sifatnya menghubungkan manusia yng satu dengan manusia yang lainnya untuk saling berinteraksi.
Bahasa Indonesia sesuai dengan pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945 adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, sesuai dengan Sumpah Pemuda tanggal 28 oktober 1928, Bahasa Indonesia adalah bahasa persatuan rakyat Indonesia. Sedangkan, bahasa daerah dalam seminar Politik Bahasa (2003) adalah bahasa yang dipakai sebagai perhubungan intradaerah atau intramasyarakat disamping bahasa Indonesia dan yang dipakai sebagai sarana pendukung sastra serta budaya daerah atau masyarakat etnik di wilayah Republik Indonesia. Dapat pula dimaknai sebagai suatu bahasa yang diututurkan dalam suatu wilayah dalam suatu negara kebangsaan, baik itu daerah kecil, ataupun daerah yang lebih luas. Hal ini disempurnakan lagi dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2009 yang menyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun temurun oleh warga negara Indonesia di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Masing-masing dari hal tersebut, memiliki fungsi yang jelas. Misalnya, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat komunikasi, adaptasi dan integrasi dalam lingkungan sekitar. Lalu, bahasa daerah sebagai peranan berkelanjutan dari masa lalu sebagai warisan leluhur dan penanda identitas kedaerahan. Bahasa Indonesia dan bahasa daerah, seperti yang telah disebutkan di awal, memiliki hubungan dan saling terikat. Bahasa daerah adalah pendukung, pelengkap dan memperkaya bahasa nasional.

Lantas dengan pengertian dan hal yang jelas tersebut, kenapa khasanah bahasa mulai memudar? Padahal begitu banyak hal yang bisa menjadi cerminan bangsa kita, bahkan hanya sekedar dari aspek bahasa, baik itu bahasa daerah maupun bahasa nasional.
Ada banyak faktor yang bisa mendasari hal ini. Secara garis besar, penuli menarik fakta bahwa ketidakpedulian masyarakat yang terlena pada arus globalisasi (dan tentu saja, kehilangan kemampuannya sebagai seorang local genius—kemampuan individu untuk memfilter sesuatu yang baru dan menyesuaikannya dengan budaya sendiri) telah meniadakan unsur paling penting dalam penghidupan dan pelestarian bahasa, yakni subjek yang ingin berusaha.
Dalam hal ini, ideologi bahasa Indonesia harus bertarung dengan tantangan internasionalisme tersebut untuk menegakkan eksistensinya mengintegrasikan bahasa persatuan, utamanya dalam meningkatkan keterampilan berbahasa karena pendidikan bahasa di negara Indonesia sendiri lebih menitik beratkan pada bidang linguistik sehingga bahasa hanya dipandang sebagai subtansi semata.
Contoh sederhana dari hal tersebut adalah Teknologi Short Message Service (SMS) atau layanan pesan singkat. Dalam konteks teknologi dan ekonomi,  penggunaan SMS sangat menguntungkan, namun jika dikaitkan dengan kebahasaan, bahasa SMS telah merusak kaidah bahasa dan tata bahasa. Bukan masalah sebenarnya tidak menggunakan tata bahasa, selama hal tersebut dimengerti, tapi hal itu juga perlu disertai dengan keberadaan situasi dan kondisi individu bersangkutan. Berusaha untuk menulis lengkap dan tidak terlalu menyingkat perlu dibiasakan, demi pengembangan dan pemeliharaan bahasa Indonesia sebagai bahasa Nasional.
Contoh lainnya ialah akademisi yang membuat penelitian dengan mencampur aduk bahasa asing dan bahasa Indonesia dengan dalih tidak ada padanannya. Padahal, dengan adanya bidang teknologi informatika telah disusun acuan berbahasa Indonesia. Ada lagi yang berdalih tampak hebat dengan penggunaan bahasa asing dalam setiap ucapan. Hal ini tentu saja kurang etis, mengingat orang yang benar-benar hebat adalah orang yang mampu menempatkan kata-katanya dengan tepat sasaran, tidak lebih, tidak kurang.
Bukan hal yang tidak baik apabila kita berusaha mempelajari bahasa asing, tapi kita perlu mengingat handai taulan dan negara yang menjadi tempat kita besar. Bahasa asing itu perlu, tapi jangan sampai menggantikan betapa penting nya bahasa daerah dan bahasa Nasional yang menjadi salah satu identitas kita sebagai seorang rakyat Indonesia.

Faktanya, Bahasa Indonesia merupakan bahasa pengantar utamanya dalam dunia pendidikan Indonesia. Namun dalam realitanya, pengguna sering mengabaikan aturan. Tidak hanya masyarakat umum, juga kaum intelektual. Contoh sederhana, pemakaian huruf kapital dan tanda baca, juga pemaknaan yang kurang tepat. Jika bahasa yang mempersatukan saja sudah memiliki ambiguitas tinggi, bagaimana kepribadian kita? Bukankah semakin melenceng kearah yang tidak baik?
Prof. Dr. Benny Hoedoro Hoed, pakar bahasa dari Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dalam sebuah diskusi di Lembaga Pers Dr. Soetomo, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat(23/10) mengatakan bahwa Bahasa Indonesia sangatlah penting dalam kehidupan bernegara. Menurutnya, bahasa baku memiliki fungsi mempersatukan negara Indonesia yang terdri dari berbagai bahasa daerah. Bahasa Indonesia baku diperlukan untuk memperlancar atau memfasilitasi komunikasi pada tataran nasional.
Apa yang terjadi di Indonesia ini termasuk hal istimewa dibanding beberapa negara lain yang mengalami kesulitan menetapkan bahasa persatuan. Di India ada bahasa Hindi dan Inggris, di Belgia menggunakan bahasa Belanda dan Perancis. Lalu ada tiga bahasa yang dipakai di Swiss, yakni Italia, Perancis, dan Jerman. Kanada ada bahasa Inggris dan perancis.

Selain dampaknya pada bahasa nasional, ada pula dampak lain yang mengancam bahasa daerah. Seiring dengan hilangnya bahasa nasional yang tepat, tergantikan dengan bahasa luar, bahasa daerah juga perlahan-lahan akan punah, menghuni museum seperti benda peninggalan purbakala.
Faktor yang membuat terlupakannya bahasa daerah adalah sedikitnya jumlah penutur yang menggunakan bahasa tersebut. Lalu, hal lain yang mempengaruhi adalah kekerapan penggunaan kosakata oleh wartawan, penulis, sastrawan, tokoh politik, dan ketersediaan konsep baru pada kosakata daerah yang tidak dimiliki bahasa Indonesia.
Bahasa daerah sendiri juga memiliki perbedaan makna di satu daerah dengan daerah yang lainnya. Maka adalah bahasa indonesia sebagai pemersatunya. Sehingga tidak menimbulkan konflik horizontal didalam masyarakat. Maka itu, bahasa Indonesia perlu dijunjung tinggi, karena hal ini, jika tdak digunakan secara tepat, dapat mempengaruhi hingga kedalam kesatuan bangsa dan negara.
Maka kita sebagai masyarakat bangsa Indonesia harus selalu memelihara bahasa Indonesia, bahasa Negara kita. Dengan sering menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, walaupun saat ini dunia mengalami globalisasi namun kita tidak boleh meninggalkan identitas. Tidak ada yang mau jika salah satu komponen penting Negara menghilang begitu saja bukan? Untuk melakukan itu kita perlu melakukannya dari diri kita sendiri.